Aku kira aku i̶k̶h̶l̶a̶s̶ baik-baik saja

Muhammad izzuddin
4 min readMay 16, 2024

--

Tulisan ini berisi pengalaman burukku, kemalingan, di asrama ketika menjadi mahasiswa tingkat akhir, hanya sedikit saja sebelum akhir semester. Aku menulis ini kira-kira 12 jam setelah kejadian, sehingga semuanya masih jelas dan terang dalam ingatanku.

Akan diawali dengan kronologi kejadian, dengan aku sebagai saksi, menyaksikan pencurian di asramaku sendiri. Lalu rangkuman total kehilangan dan usaha-usaha yang dilakukan serta reaksiku pada jam-jam krusial ini. Hingga menjelang maghrib ketika tulisan ini dibuat.

Selamat membaca!

Kronologi

Pagi itu aku bangun terlambat, ketika itu 4.59 jam tanganku menunjukkan waktu aku bangun tidur.

Keluar kamar, semua masih sangat terlihat normal. Laptop, kamera, dan tasku tergeletak diruang tengah sebagaimana aku meninggalkannya malam sebelumnya. “Abis ini ngerjain sesuatu ah” — pikirku waktu itu.

Berjalan menuju kamar mandi, aku melihat temanku sedang sibuk bekerja menggunakan laptop diruangan workspace tepat diseberang kamar mandi. Tidak ingin mengganggunya aku pun berbalik ingin memasuki kamar mandi ketika seseorang yang amat asing tiba-tiba ada dibelakangku. Sosoknya tidak begitu tinggi, berkulit hitam, dan berambut keriting.

Tiba-tiba pula ia tersenyum kepadaku dan mengatakan suatu yang tidak jelas, aku pun hanya tersenyum balik dan menganggukan kepala. Dalam otakku “Oh mungkin temannya-temanku, hanya ingin menggunakan kamar mandi” (ia pun benar-benar masuk ke kamar mandi dan menggunakannya). Tidak lama ia pun nampaknya keluar (aku mengetahuinya dari suara), dan aku masih dikamar mandi sebelahnya hingga 2–3 menit setelahnya.

Aku pun hendak sholat di ruang tengah dan telah menggelar sajadah (saat ini harusnya aku melewati laptop dan barang-barangku tapi aku tidak sadar). Ketika hendak takbir aku melihat seseorang turun dengan tas yang ku tahu milik temanku yang lain (dan sosoknya tidak mirip), sehingga aku membatalkan sholatku dan berpikir “kenapa banyak sosok asing ya hari ini” (karena sosok barusan aku tidak merasa sama dengan yang sebelumnya), sembari menyusulnya untuk mengetahui itu siapa.

Naasnya sosoknya tiba-tiba hilang (mungkin berlari) dan aku refleks menengok ke tempat laptopku sebelumnya yang tiba-tiba bersih. Aku pun berlari menuju pintu keluar garasi motor tepatnya, dengan panik dan muka pucat, ketika ku lihat dari kejauhan di seberang gerbang (jarak 50 meter mungkin) sebuah motor melaju dengan lampu menyala meninggalkan asramaku.

Aku pun dengan panik kembali ke atas, meyakinkan diri, bahwa barang-barangku mungkin masih ada — dan ya tentunya tidak, bergegas kembali berlari kebawah, dan bertemu teman-temanku yang baru kembali dari masjid saat itu.

Aku panik — dan pucat. aku kehilangan laptop, kamera, dompet (berisi ktp, atm, dsbnya) serta tas seisinya (IEM, TWS, casan hp, timer, buku, dsbnya)

Rangkuman yang terjadi setelahnya

  • membangunkan sisa yang tertidur dan mengabarkan telah terjadi pencurian, hingga SPV ku datang dan merumuskan apa-apa saja yang mungkin dilakukan. Mendata apa saja yang hilang (4 laptop, 3 dompet, kamera, 2 tas, kunci motor dan stnk, dsb) total kerugian diatas 30–35 juta.
  • Berkeliling daerah sekitar, terutama arah larinya pelaku, mencari cctv yang bisa menjadi bukti dan alat identifikasi pelaku
  • Aku sarapan nasi uduk depan asrama (ini gak penting sebenernya), . Saat ini temanku juga menelpon kepolisian. Kami juga ingin mengecek cctv proyek depan asrama yang ternyata rusak.
  • Polisi datang, aku dimintai keterangan, mereka ulang kemungkinan kejadian, diminta datang ke polsek (aku ikut naik mobil polisinya!!). Jujur ini seru (bahkan kalian bisa melihat aku masih tertawa tawa ketika di video)
  • Kembali ke asrama — dan melanjutkan hidup seperti biasa.

Reaksiku selama 6 jam setelah kejadian

Jujur tentu awalnya panik (seperti tertulis diatas), tapi berangsur-angsur mereda hingga manjadi emosi “yaudah lah gimana lagi” dan menghibur diri tentang kekonyolan “tersenyum pada maling”, menceritakannya berulang-ulang, dengan semangat!

Aku kira aku i̶k̶h̶l̶a̶s̶ baik-baik saja, dan memang terlihat seperti itu. Bahkan teman-temanku heran dan berkata “kayak yang gak kehilangan lo zu”, “terlalu tenang anjir lu zu”. Sebenarnya hal ini juga mungkin terjadi karena data yang ku miliki semuanya punya lebih dari 1 backup. aku yakin aku akan sangat sedih dan bingung kalau semua dataku hilang. Ini mencakup foto-foto, berkas-berkas, data penelitian dsb.

Aku kira aku i̶k̶h̶l̶a̶s̶ baik-baik saja. bahkan dengan ringan masih sempat makan nasi uduk dan bercanda tentang kejadian 2 jam sebelumnya, masih sempat beli dawoon sebelum ke asrama dengan rasa nanas yang menurutku aneh. Aku masih banyak tertawa dan bercanda.

hingga ketika aku merasa mungkin sedikit banyak ini juga karena dosa-dosaku yang dilakukan ketika sendiri maupun dalam keramaian, aku pun hendak melaksanakan sholat dhuha (berharap mungkin ada rezeki yang terbuka juga dari sini), hingga ketika sujud, air mata itu menetes, tangis itu tumpah, deras.

Entah karena aku yang merasa begitu berdosa dan baru mendekat ketika tertimpa kemalangan, entah karena kecintaanku pada barang-barang itu menjauhkanku dari sujudku, entah karena mungkin aku hanya sedih karena baru sadar arti barang-barang itu untukku, entahlah, tidak ada yang tau mengapa aku menangis saat itu.

Hal itu berulang, pada sholatku yang kedua, bahkan untuk mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” aku gemetar, teringat tafsirnya yang singkat tapi mendalam. Berlanjut “Alhamdulillah…” — bukankah seluruh pujian itu hanya untuk Allah? berdengung pelan dalam pikiranku. “…..iyyaka nasta’in” — bukankah harusnya aku hanya meminta tolong hanya pada Allah?. Aku sesegukan selama 2 rakaat itu, perasaan yang sudah lama tidak aku rasakan.

Entahlah apakah itu hanya euforia atau bukan, atau mungkin hanya perasaan sesaat yang muncul akibat aku terlalu berpura-pura tenang hingga waktunya aku tidak lagi perlu berpura-pura, entahlah. Tapi itu menenangkan, dan amat damai.

Hidup yang terus harus berjalan seperti seharusnya

Tidak lama setelah semua itu, adzan dzuhur berkumandang. Masih sendu suasananya kala itu di ruang tengah. Hidup harus tetap berjalan. Semua orang kembali pada ritmenya masing-masing, motor-motor di garasi dengan cepat berkurang hanya menyisakan beberapa, membawa pemiliknya menunaikan keperluannya.

Begitu pun aku, tidak tahan terus-menerus diasrama (yang mengingatkanku pada bagaimana letak terakhir semua barang-barangku, dan reka ulang seluruh kejadiannya), aku beranjak menuju kampus, berusaha sebaik mungkin untuk tetap terlihat biasa, merayakan hari baik temanku sebagaimana tidak terjadi apa-apa. Lalu pulang ke rumah selepasnya, meminta maaf dan pulang kepada orang tua.

Aku kira aku i̶k̶h̶l̶a̶s̶ baik-baik saja, ternyata aku hanya ingin b̶a̶i̶k̶-̶b̶a̶i̶k̶ ̶s̶a̶j̶a̶ ikhlas.

Percayalah harusnya aku akan baik-baik saja. (tentu sedikit pusing berpikir bagaimana caranya agar setidaknya aku bisa punya laptop dan kamera lagi) but i will figure it out! Terima kasih sudah peduli!

Selesai! Terima kasih sudah membaca!!!!

--

--

Muhammad izzuddin

My personal space. I write everything I like for myself, just love how a writing can preserve thought and emotion. I just want to remember everything.